Kematian Kim Timbulkan Kekacauan Kebijakan AS

[WASHINGTON] Kematian mendadak Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-il telah menimbulkan kekhawatiran ketidakstabilan peralihan kekuasaan kepada putranya Kim Jong-un. Kematian Kim telah memicu kekacauan terhadap kebijakan Washington dan Asia terkait perubahan di negara komunis bersenjata nuklir itu.
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mendesak transisi damai dan stabil, serta hubungan yang lebih baik dengan rakyat Korut, Senin (19/12). Banyak analis bahkan menilai kemungkinan terjadinya perebutan kekuasaan di Korut dan dapat memicu ketegangan regional.

AS telah bertahun-tahun membujuk Korut mengakhiri program nuklir. Washington baru-baru ini melakukan pergeseran taktis untuk mempertahankan dialog tingkat rendah sebagai cara untuk mencegah provokasi masa depan. Sekarang, AS harus menunggu dengan gugup mencari petunjuk tentang arah masa depan rezim pemerintah Korut.

Clinton semula dijadwalkan akan bertemu dengan Kim Jong-il guna membicarakan potensi bantuan makanan bagi rakyat Korut yang saat ini mengalami kelaparan. Tapi, dengan kematian mendadak Kim Jong-il, Pyongyang sepertinya belum siap mengambil keputusan penting sekarang.   

Menteri Luar Negeri Jepang Koichiro Gemba datang mengunjungi Washington ketika  kabar mengejutkan kematian Kim Jong -il, datang. Amerika Serikat (AS), dan Jepang sepakat membentuk front persatuan berkoordinasi erat di tengah-tengah tanda tanya besar situasi Korut.

“Kami berbagi pengakuan bahwa penting untuk memastikan bahwa peristiwa terbaru tidak akan berpengaruh negatif terhadap perdamaian dan stabilitas di semenanjung Korea. Kami memiliki kepentingan bersama dalam transisi yang damai dan stabil di Korut serta memastikan perdamaian dan stabilitas regional,” ucapnya.

Para ahli mengatakan bahwa kematian Kim Jong-il menimbulkan perubahan fundamental dalam perhitungan AS. AS sekarang harus berhadapan dengan pemimpin baru Kim Jong-un, yang belum berpengalaman dan kurang memiliki basis dukungan kuat. Para Ahli melihat tidak akan banyak perubahan dalam kebijakan negara Korut setelah kekuasaan beralih kepada Kim Jong-un. Ahli Korea Utara sekaligus Direktur Eksekutif Yayasan Mansfield, Gordon Flake melihat kemungkinan terjadinya pergolakan regional dengan Korut diperkirakan akan menyerang untuk menunjukkan kekuatan pemimpin  barunya.

Senin (19/12), Korut melakukan uji coba tembakan rudal jarak pendek di laut dalam pantai timur. Laporan media Korea Selatan mengutip pejabat pemerintahan Korsel bahwa Korut melakukan uji tembakan rudal bertujuan meningkatkan fungsi dan jangkauan rudal. Tembakan itu sepertinya tidak berhubungan dengan kematian Kim Jong-il.

Mantan Duta Besar AS untuk Korea Selatan, Christopher Hill mengatakan, Kim Jong-il tidak melakukan upaya yang cukup untuk memastikan posisi anaknya. Berbeda dengan ayah Kim Jong-il, Kim Il Sung, yang menghabiskan dua dekade untuk menumbuhkan kepemimpinan dan mempersiapkan anaknya untuk pergantian kekuasaan.
Hill yang juga ketua negosiator untuk dialog program nuklir Korut menekankan Kim Jong-il memperkenalkan anaknya baru sekitar satu setengah tahun, rakyat Korut hampir tidak mengenalnya.
Peneliti Korut dari Cato Institute, Doug Bandow menilai hal yang sama. Kim Jong-un memiliki waktu yang sedikit untuk menempatkan dirinya.
“Ada beberapa potensial perpecahan otoritas tertinggi di Korut dan militar mungkin memainkan peran sebagai pembuatan Raja,” katanya. [AFP/USA Today/D-11]

Comments

Popular Posts