Retorika


Russia's Prime Minister Vladimir Putin  Photo: NATALIA KOLESNIKOVA/AFP/GETTY

 Menjelang pemilihan umum presiden (pilpres) Rusia, Vladimir Putin berusaha menggambar dirinya sebagai anti Barat dan menentang intervensi asing terhadap negara lain terkait situasi Suriah, termasuk penggunaan upaya militer terhadap Iran. Perdana menteri Rusia itu telah melakukan retorika anti Barat selama kampanye sebagai upaya untuk maju kembali ke Kremlin dalam pilpres 4 Maret nanti.

Putin menentang hegemoni Amerika Serikat (AS) dengan menegaskan bahwa urusan dalam negeri adalah kedaulatan negara, di luar batas terhadap intervensi asing. Rusia telah berdiri menentang PBB ikut campur dalam urusan internal negara-negara berdaulat. Rusia memiliki peran penting bersama Tiongkok, serta dukungan dari sekutunya Afrika Selatan dan Brasil untuk menghancurkan upaya AS melakukan perubahan rezim di Suriah. Oktober lalu, Rusia bersama Tiongkok telah menggunakan hak veto ganda  untuk memblokir sebuah rencana resolusi, didukung Barat, mengutuk pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk menghentikan kekerasan terhadap demonstran yang telah menewaskan 5.000 orang.

“Amerika Serikat tidak membutuhkan sekutu, mereka membutuhkan pengikut, Rusia tidak akan pernah menjadi pengikut AS,” tandas Putin.

Putin memiliki banyak alasan prakmatis untuk menolak perubahan politik di Suriah, salah satu pijakan kuat Moscow di Timur Tengah. Suriah telah menjadi klien utama bagi penjualan senjata Rusia dan tuan rumah pemeliharaan fasilitas angkatan laut di pantai Mediterania, satu-satunya basis di luar bekas Uni Soviet. Namun, yang terutama adalah perlu membuat jelas, tidak boleh ada campur tangan asing dalam urusan internal negara-negara berdaulat, termasuk Rusia yang saat ini menghadapi protes demonstrasi massa selama sebulan.

Putin mengatakan AS ingin mengendalikan segalanya dan berusaha untuk membuat negara-negara lain mengikuti-nya, bukan sekutu.

Vladimir Putin, kelahiran 7 Oktober 1952, saat ini sedang menghadapi aksi protes massa terbesar dalam 12 tahun kekuasaannya. Perdana Menteri Rusia sejak Mei 2008 itu telah mendapatkan kritikan atas pemilihan umum parlemen dengan publik menduga terjadi kecurangan demi memenangkan partai berkuasa.

Putin telah menghadapi protes menentang dirinya terpilih kembali menjadi presiden untuk ketiga kalinya. Ketua Rusia Bersatu itu menuduh Amerika memicu gerakan protes jalanan guna merongrong otoritasnya.
Putin pernah menjabat sebagai presiden Rusia selama dua periode pada 1999-2008. Dikarenakan konstitusi membatasi mandat presiden, Putin tidak memenuhi syarat mencalonkan diri untuk tiga kali berturut-turut sebagai presiden. Meski demikian, September 2011 lalu, Putin mengumumkan keinginannya mencalonkan diri untuk ketiga kalinya, tidak berturut-turut, dalam pilpres 2012. [Berbagai Sumber/D-11]

Comments

Popular Posts