Presiden Baru Mali Janjikan Perangi Pemberontak

Presiden Mali Interim Dioncounda Traore (kiri tengah) mendapatkan ucapan selamat dari pemimpin kudeta Haya Amadou Sanogo setelah dilantik pada upacara kenegaraan di Bamako, Mali, Kamis (12/4).

[BAMAKO] Presiden baru Mali, Dioncounda Traore berjanji akan melakukan perang penuh terhadap pemberontak. Ketua Parlemen Mali itu dilantik menjadi presiden interim Mali, Kamis (12/4). Traore mengambil alih kekuasaan dari komandan junta militer Amadou Sanogo, yang menggulingkan presiden sebelumnya pada kudeta 22 Maret lalu.
“Saya bersumpah di hadapan Tuhan dan Rakyat Mali untuk melayani rezim Republik, untuk menghormati dan mempertahankan kehormatan pada konstitusi, dan integritas wilayah Mali,” ucapnya.
Dia kemudian mengeluarkan ancaman “perang penuh” melawan pemberontak Tuareg, Islam radikal, dan pemberontak yang mengambil alih wilayah utara.

“Para pemberontak harus dihentikan, penjarah, perampok harus meninggalkan kota-kota tempat mereka duduki. Bila mereka tidak mau, kami tidak akan segan-segan melancarkan sebuah perang penuh dan tanpa belas kasihan,” demikian pernyataan Traore.
  
Penguasa junta militer telah membenarkan kudeta terhadap presiden sebelumnya Amadou Toumani Toure, karena pemerintahannya dianggap tidak efektif menghentikan pemberontakan oleh suku Tuareg. Namun, gejolak politik Mali telah memberikan kesempatan pemberontak Tuareg mengambil alih wilayah Utara dan mengklaim kemerdekaan wilayah Azawad, terdiri dari kota Kidal, Goa, dan Timbuktu, pada 6 April lalu.
Presiden Traore diharapkan segera menunjuk seorang perdana menteri dan menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu 40 hari, di bawah transfer kekuasaan. Sejumlah ahli menduga para penguasa junta militer akan mendapatkan posisi penting di kabinet, terutama terkait masalah keamanan. 
Kudeta Mali telah menimbulkan kecaman dari komunitas internasional. Kelompok ekonomi dunia G-8 telah menyuarakan keprihatinan mendalam atas situasi memburuk di bagian utara Mali. Situasi itu telah berimplikasi meluasnya krisis kemanusiaan di wilayah Sahel. Menteri luar negeri G-8 melakukan pertemuan di Washington dan mengatakan mereka mendukung integritas wilayah Mali dan mendesak semua pihak untuk melakukan gencatan senjata dan terlibat dalam pembicaraan politik.
Menteri-menteri pertahanan dan regional telah menyatakan untuk mempertimbangkan melakukan intervensi militer di utara Mali, menandai ketakutan wilayah pemberontak menjadi tempat perlindungan bagi Islam radikal. Komunitas ekonomi negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) mengawasi mediasi pengalihan kekuasaan Mali, berencana mengirim 3.000 pasukan untuk mencoba merebut kembali wilayah utara.
Uni Afrika memuji penyerahan kekuasaan ke Traore. Komisaris Uni Afrika, Ramtane Lamamra memuji ECOWAS untuk upayanya. Para pemimpin militer Mali dan mediator ECOWAS dijadwalkan akan bertemu di Burkina Faso, minggu ini. Pertemuan bertujuan memperjelas manajemen periode transisi.

Komite Gerakan pembebasan Azawad telah mendeklarasikan kemerdekaan negara Azawad pada 6 April lalu. Mereka menyatakan akan mencoba menjadi negara demokratis dan menghargai prinsip-prinsip piagam PBB, serta menghormati perbatasan-perbatasan negara lain. Namun, negara-negara Afrika dan Prancis, negara bekas penguasa Mali, serta negara-negara Barat menolak untuk mengakui keberadaan negara itu. [AFP/AP/D-11]

Comments

Popular Posts