Suara Putri Arab Saudi

Putri Kerajaan Arab Saudi Basma Binti Saud Bin Abdulaziz selalu menyuarakan reformasi di negaranya. Dia adalah putri bungsu dari Raja kedua Saudi, Raja Saud, sekaligus keponakan dari Raja Saudi saat ini, Raja Abdullah. Basma telah melakukan kampanye media melawan keluarga kerajaan Arab Saudi dan hukum Islam yang merendahkan perempuan di negara itu.
Kepada BBC, Basma membeberkan harapan perubahan terjadi di Arab Saudi terutama terhadap hak-hak kaum perempuan.

"Saya berbicara sebagai putri dari Raja Saudi, mantan penguasa Arab Saudi. Ayah saya mendirikan universitas perempuan pertama di kerajaan, menghapuskan perbudakan, dan mencoba membangun konstitusi monarki yang memisahkan posisi raja dari perdana menteri. Tapi saya sedih mengatakan bahwa negara saya tercinta pada hari ini belum memenuhi janji awal itu," ucap pengusaha jaringan restoran di Arab Saudi itu.

Sebagai seorang putri, saudara perempuan, (mantan) istri, ibu, pengusaha dan pemilik profesi wartawan, Basma ingin melihat berubah di Arab Saudi. Wanita berusia 46 tahun itu memperoleh pendidikan di Inggris dan Swiss. Dia bersama keluarganya pindah ke Inggris ketika ayahnya Raja Saud digulingkan pada 1964. Sekarang, dia tinggal di London bersama tiga anak, dari lima anak hasil pernikahannya, setelah bercerai dengan suaminya.

"Agama kami tidak seharusnya menjadi perisai dengan kita bersembunyi di belakangnya dari dunia, tapi menjadi kekuatan pendorong menginspirasi kita untuk  berinovasi dan berkontribusi bagi lingkungan kita," katanya.

Ada enam hal Basma ingin lihat adanya perubahan kebijakan di Arab Saudia.

Pertama, dia ingin melihat konstitusi tepat yang memperlakukan laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan sama di hadapan hukum. Saat ini pengadilan Saudi berdasarkan interpretasi individu hakim terhadap kitab suci Alquran, sepenuhnya tergantung pada keyakinan sendiri, bukan prinsip universal atau konstitusi tertulis.

"Saya tidak menyerukan adaptasi sistem Barat, tapi secara khusus konstitusi harus melindungi hak dasar setiap warga negara, terlepas dari jenis kelamin, status, atau sekte mereka, semua orang harus sama di depan hukum," tandasnya.

Kedua, Hukum Perceraian. Basma meyakini Hukum Perceraian telah disalahgunakan.  Hari ini di Saudi, seorang wanita bisa meminta cerai hanya jika dia mengajukan "Khali dan Dhali" berarti dia harus membayar sejumlah uang sekitar sepuluh ribu dollar atau dia memiliki saksi menyaksikan alasan dia mengajukan cerai, sebuah kondisi yang mustahil dipenuhi. Cara lain mempertahankan perempuan di rumah dalam pernikahan melawan kehendak dirinya adalah pengalihan hak asuh anak langsung kepada sang ayah bila perceraian terjadi.

Ketiga, Basma mengharapkan adanya perubahan sistem pendidikan. Basma mengatakan pendidikan Arab Saudi memposisikan wanita lebih rendah dalam masyarakat. Perannya sangat terbatas untuk melayani keluarga dan membesarkan anak, bahkan tidak boleh melakukan kegiatan fisik. Pendidikan seharusnya memberikan kebebasan kepada perempuan berpikir bebas, berinovasi, memimpin, berkreasi untuk kemajuan masyarakat, unggul di bidang ilmu pengetahuan dan sastra.

Keempat, Basma ingin melihat reformasi lengkap dalam pelayanan sosial. Kementerian urusan sosial Arab Saudi mentoleransi kekerasan terhadap perempuan, bukan melindungi mereka. Wanita korban kekerasan bisa berbalik menjadi terhukum dan dinilai membawa malu keluarga.
"Kami butuh tempat perlindungan wanita dengan hak-hak perempuan ditegakkan dan didukung oleh hukum kuat di atas tradisi dan mampu melindungi wanita," tambahnya.

Kelima, Basma ingin melihat adanya kebebasan wanita untuk bepergian karena saat ini wanita tidak boleh bepergian tanpa seorang mahram (pendamping, biasanya kerabat laki-laki).

Keenam, Basma ingin perempuan Arab Saudi diizinkan untuk mengemudi.

"Dari semua itu, hak dan kebebasan semua warga negara adalah penting di Arab Saudi dan  dari situlah hak-hak perempuan berasal," ucapnya. [BBC/D-11]

Comments

Popular Posts