Mesir Tak Akan Menjadi Negara Syariah Islam
![]() |
Seorang demonstran memegang kertas bertuliskan: "Revolusi Berlanjut. Tidak kepada kandidat dari rezim lama, tidak pada Ikhwanul Muslimin. STOP". [Photo: AFP] |
Hasil pemilu putaran pertama mungkin bukan hasil ideal,
tetapi kandidat presiden Mesir telah menawarkan harapan sebuah negara demokrasi
liberal. Kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Morsi berusaha
mencari dukungan dari kaum minoritas Kristen Koptik dan perempuan Mesir. Morsi, berjanji tidak akan memaksakan hukum syariah. Dia berkomitmen akan membangun sebuah negara
modern, sipil dan demokratis, serta menjadi kebebasan agama dan berpendapat,
Rabu (30/5).
Mayoritas rakyat Mesir, yakni sekitar 50 persen warga Mesir ingin negara
sekuler bukan Islam. Hal itu terbukti dari hasil pemilu presiden putaran
pertama. Hanya 25 persen warga Mesir memberikan suara kepada kandidat dari
Ikhwanul Muslimin yang serius untuk melaksanakan hukum Syariah.
Sementara total 50 persen suara mendukung kandidat sekuler
liberal Abdel Fotouh dan Sabahi Hamdeen, dan Amr Mussa. Lalu, ada 24 persen
suara yang menginginkan kembalinya stabilitas dan keamanan di Mesir dengan
mendukung Ahmed Shafiq.
Cari Dukungan
Para analis meragukan Mesir akan menjadi negara syariah
Islam. Hal itu terlihat dari dukungan terhadap Ikhwanul Muslimin dan partai
Salafi semakin menurun, sejak meraih suara mayoritas parlemen. Ikhwanul
Muslimin sebelumnya yakin kandidat presidennya menang pada putaran pertama
dengan mendapat 70 persen suara, tapi gagal.
Sahfiq, kemungkinan bisa menjadi pemenang pilpres putaran
kedua, bila dia mampu meyakinkan Sabahi menjadi wakil presidennya. Hal itu akan
memberikan tambahan dukungan terhadapnya sekitar 22 persen.
Sebelumnya, Sabahi telah menyatakan menghormati dan berteman
dengan Shafiq. Keduanya telah berbagi pendapat terkait isu-isu politik dan
mereka memberikan pernyataan jelas menolak Mesir menjadi sebuah negara
agama. Shafiq juga menegaskan tidak
akan ada “reproduksi rezim lama”.
Dua kandidat presiden Mesir lainnya, Amr Mussa dan Abdel
Fotouh, telah menolak untuk mendukung salah satu kandidat antara Morsi dan
Shafiq. Partai liberal al-Wafq juga telah mengumumkan tidak akan mendukung
Morsi atau Shafiq.
Namun, masalah utama dari kaum liberal Mesir adalah suara
mereka terbagi dengan menolak rezim lama atau militer kembali berkuasa.
Beberapa kaum liberal mungkin akan mendukung calon Ikhwanul Muslimin dan
melawan Shafiq dalam pilpres putaran kedua. Para aktivis mengkritik Morsi dan Shafiq sebagai “musuh
revolusi” dan menyatakan penolakan dipimpin oleh mantan pejabat rezim Mubarak
atau anggota Ikhwanul Muslimin.
“Tidak bagi Shafiq dan tidak untuk Ikhwanul Muslimin.
Revolusi masih berada di lapangan Tahrir,” demikian teriak para aktivis.
Sejumlah aktivis juga mengancam akan memboikot pilpres
putaran kedua. Pemilu Mesir juga mengalami pertanyaan terkait legitimasinya
karena Komisi Pemilu Mesir mengumumkan, pada putaran pertama pilres Mesir hanya
46 persen dari 51 juta pemilih memberikan suara mereka.
“Pemilu ini dikurangi, kami tidak akan berpartisipasi dalam
pemilu. Karena, bila Shafiq menang itu bisa menjadi pengakuan bagi pemilu,”
katanya.
Rakyat Mesir telah dipenuhi ketakutan Mesir akan kembali ke era Mubarak dan konservatif Islam mengancam kebebasan mereka. [AFP/AP/D-11]
Comments
Post a Comment
, ,