Myanmar Dalam Keadaan Darurat


[YANGON] Presiden Myanmar Thein Sein mengumumkan keadaan darurat di wilayah Barat Myanmar, Rakhine, perbatasan dengan Bangladesh, Senin (11/6). Pihak otoritas berjuang untuk meredakan ketegangan sekterian antara umat Buddha dan Muslim yang telah menyebabkan tujuh orang tewas, 17 orang terluka dan hampir 500 rumah terbakar, pada kerusuhan sejak Jumat (8/6).
Stasiun televisi negara melaporkan kerusuhan semakin meluas. Pemerintah telah memberlakukan jam malam. Angkatan bersenjata pun ditempatkan di Maungdaw dan Buthidaung guna membantu polisi menertibkan keamanan.
Thein memperingatkan bahwa situasi kekerasan yang semakin di luar kendali itu dapat membahayakan stabilitas dan reformasi demokrasi yang sedang dibangun, sejak dia menjabat sebagai presiden tahun lalu. Thein memerintahkan langkah-langkah pengamanan dalam mengatasi kerusuhan itu. Keadaan darurat memungkinkan militer untuk mengambil alih fungsi-fungsi administrasi di negara bagian Rakhine itu.

Dalam pidato sembilan menit disiarkan televisi nasional itu, Thein Sein mengatakan bahwa kekerasan di Rakhine dipicu oleh ketidakpuasan, kebencian, dan balas dendam diantara kelompok etnis dan agama.

“Jika dendam anarkis dan tindakan mematikan berlanjut, ada bahaya kekerasan menyebar ke bagian lain. Bila itu terjadi akan mempengaruhi perdamaian dan ketenangan dan demokrasi baru lahir dan pembangunan negara kita,” ucapnya. 

Kerusuhan sekterian terjadi diprovokasi oleh beredarnya selebaran berita tentang pemerkosaan dan pembunuhan seorang perempuan beragama Budha, dituduhkan dilakukan oleh tiga pria Muslim. Hal itu memicu aksi balas dendam ratusan umat Buddha menyerang sebuah bus yang menduga sang pelaku berada di dalamnya. Massa umat Buddha yang marah itu memukul 10 penumpang Muslim hingga tewas, pada 3 Juni lalu.

Insiden itu telah menimbulkan siklus serangan balas dendam, berlanjut dengan empat warga Buddha tewas, Sabtu (9/6).  Kekerasan mencerminkan lamanya ketegangan antar etnis dan agama di negara bagian Rakhine itu. Banyak warga Muslim di Rakhine dianggap sebagai pemukim ilegal dari Bangladesh, negara tetangga Myanmar.

Pemerintah Myanmar tidak mengakui etnis Bengali Muslim, meski mereka menyatakan sebagai salah satu etnis minoritas Rohingyas di daerah itu.  Jumlah umat Muslim di Burma diperkirakan sekitar empat persen dari total jumlah penduduk yang mencapai 60 juta jiwa.

“Saya ingin menghimbau seluruh rakyat, partai politik, tokoh agama dan media untuk bergandengan tangan bersama pemerintah dengan rasa tanggung jawab untuk membantu mengembalikan stabilitas, perdamaian dan mencegah eskalasi kekerasan,” kata Thein Sein.

Tokoh-toko di Sittwe, ibukota Rakhine ditutup, kota pelabuhan juga tenang, Minggu. Nu Nu Tha, seorang warga setempat, mengatakan beberapa rumah dibakar oleh orang-orang Muslim dan empat orang datang ke rumah sakit karena terluka oleh pisau.

“Hampir semua toko tutup dan masyarakat hidup dalam ketakutan bahwa Muslim akan menyerang penduduk Rakhine. Saya sangat takut dan saya telah mengirim anak-anak saya ke Yangon dengan pesawat,” kata Nu Nu Tha.
Sementara itu di ibu kota Yangon, sekitar 500 rahib dan warga dari Rakhine pergi ke pagoda Shwedagon untuk berdoa bagi gadis yang dibunuh dan mereka yang tewas dalam kekerasan. [AFP/AP/D-11]

Comments

Popular Posts