Parlemen Terpilih Mesir Terancam Bubar


Seorang pengunjuk rasa menulis menggunakan pasir di jalan Lapangan Tahrir, bertuliskan: "Revolusi Berlanjut".  
[KAIRO] Parlemen terpilih Mesir masih bergulat dalam kebuntuan untuk membentuk konstitusi baru. Meski parlemen Mesir berhasil membentuk panel 100 anggota parlemen untuk membuat konstitusi baru, muncul desakan baru dari rakyat Mesir untuk membatalkan semua pemilu. Desakan baru itu muncul setelah rakyat Mesir frustasi dengan pilihan kemungkinan Mesir dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin atau calon presiden dari rezim lama.
“Mesir tidak siap untuk pemilihan umum ketika mereka terpecah. Pemilu harusnya tahap akhir demokrasi, tapi kita tidak memiliki itu,” kata pemimpin gerakan reformasi Mesir, Mohammed ElBaradei, Kamis (7/6).

Berdasarkan laporan media Mesir, sebuah lembaga hukum memberi rekomendasi ke Mahkamah Konstitusi bahwa aturan hukum pemilu parlemen adalah ilegal, yang berarti pemilihan baru harus diadakan. Masalahnya terletak pada argumen penilaian bahwa tidak adil memperbolehkan partai-partai yang hanya memiliki sepertiga kursi parlemen mencalonkan kandidat presiden, selain kandidat independen. 

Ribuan rakyat Mesir pun telah turun ke jalan menentang hasil pemilu presiden putaran pertama. Sementara parlemen dibawah tekanan untuk membuat undang-undang konstitusi baru dengan kesepakatan anggota panel harus terdiri dari Islamis dan non-Islamis.  

Panel pembentukan konstitusi merupakan sebuah penawaran untuk memastikan semua pihak bisa terwakilkan. Panel itu terdiri dari anggota parlemen, hakim, pemuda, wanita, tokoh publik, perwakilan Islam dan Kristen. Pengumuman terbentuknya panel datang setelah pertemuan antara kepala militer dengan perwakilan Islam, liberal dan partai sayap kiri. 

Pembentukan konstitusi baru merupakan salah satu perpecahan utama antara Islamis dan pemikir sekuler. Konstitusi baru diharapkan dapat membuat undang-undang mengatur kekuasaan presiden, hubungan politik dengan agama, kekuasaan militer dan tingkat sipil pemerintah. Kaum liberal dan sekuler mengkhawatirkan Ikhwanul Muslimin, pemegang mayoritas kursi parlemen, berusaha memaksakan konstitusi agama yang membatasi kebebasan pribadi.

Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF), yang telah memerintah Mesir sejak Mubarak digulingkan, mengancam akan mengeluarkan sendiri cetak biru konstitusi, bila panel tidak berhasil terbentuk. Hal itu menambah spekulasi militer ingin mendominasi proses pembuatan konstitusi.  
Pada saat bersamaan rakyat Mesir juga mengkhawatirkan kemungkinan Ahmed Shafiq, mantan perdana menteri era Hosni Mubarak, terpilih menjadi presiden Mesir dalam pemilu presiden.

Terpilihnya Shafiq akan mengembalikan rezim lama dan militer tetap berkuasa. Mahkamah Konstitusi diharapkan akan melakukan sidang pengujian atas kelayakan Shafiq mengikuti pemilu presiden pada 14 Juni, dua hari menjelang pemilu. Undang-undang isolasi politik telah melarang semua pejabat senior era Mubarak mengikuti kompetisi presiden.

“Keputusan pengadilan mengangkat sejuta pertanyaan. Apa yang kita lihat saat ini adalah kekacauan politik,” kata Sobhi Saleh, anggota parlemen dari Ikhwanul Muslimin.

Ahmed Shafiq akan melawan kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Morsi pada pilpes putaran kedua pada 16-17 Juni. Warga negara Mesir di luar negeri sudah mulai memberikan suara. [AP/FT/D-11]

Comments

Popular Posts