Ribuan Rakyat Mesir Desak Pengadilan Ulang
![]() |
Puluhan ribu rakyat Mesir turun ke jalan-jalan lapangan Tahrir, Kairo, Selasa (5/6). |
Pengadilan Mesir telah menjatuhkan hukuman seumur hidup
kepada Hosni Mubarak dan mantan menteri dalam negeri Habib al-Adly, atas
kematian sekitar 850 orang selama revolusi Mesir 2011, pada 2 Juni lalu.
Pengadilan telah membebaskan enam pejabat keamanan era Mubarak dari hukuman dan
menyatakan Mubarak tidak bersalah atas tuduhan korupsi.
Rakyat Mesir melihat putusan pengadilan bersifat politis hanya untuk meredakan kemarahan rakyat. Mereka menuntut dilaksanakannya pengadilan ulang terhadap Mubarak, bersama dua anaknya, mantan perdana menteri Habib al-Adly, dan enam pejabat keamanan era Mubarak yang terlibat dalam pembantaian aktivis di Tahrir.
“Atas nama darah para martir, akan ada sebuah revolusi baru,” demikian tulisan sebuah banner di Tahrir.
Para demonstran juga menuntut diterapkannya “undang-undang isolasi” yang melarang pejabat senior rezim Mubarak masuk dalam pencalonan presiden dan penundaan pilpres putaran kedua. Tuntutan lainnya adalah pembentukan Dewan Presidensial Sipil untuk mengambil alih pemerintahan dari militer. Sementara Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir (SCAF) memberikan batas waktu 48 jam untuk partai politik menyelesaikan pembentukan 100 anggota panel untuk membuat konstitusi baru.
Kandidat presiden yang kalah pada putaran pertama, Hamdeen Sabbahi dan Abdel Fotouh telah menandatangani petisi mendesak penundaan pilpres putaran kedua, sampai undang-undang isolasi diterapkan. Meski, undang-undang itu telah disahkan oleh parlemen, undang-undang itu harus menunggu pengujian dari Mahkamah Konstitusi. Rakyat Mesir menginginkan diskualifikasi nominasi mantan perdana menteri rezim Mubarak Ahmed Shafiq, yang berhasil memenangkan pilpres putaran pertama dengan 24 persen suara.
Kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Morsi
telah melabelkan diri sendiri sebagai “kandidat revolusi” dan mencoba memimpin
aksi unjuk rasa kelompok Ikhwanul Muslimin, diantara para aktivis revolusi dan
kelompok liberal di Tahrir. Dia berusaha menggalang dukungan menentang
pencalonan rivalnya, Ahmed Shafiq, seorang veteran militer. Menurut dia,
terpilihnya Shafiq akan menciptakan rezim sama seperti Mubarak.
Aktivis politik, Mamdouh Hamza menilai partisipasi Ikhwanul Muslimin dalam unjuk rasa Tahrir merupakan kampanye bagi nominasi presiden Morsi untuk pilpres putaran kedua yang diharapkan dilaksanakan pada 16-17 Juni nanti.
Sebelumnya, tiga kandidat presiden utama telah melakukan perundingan dan menghasilkan kesepakatan untuk membentuk dewan presidensial interim. Akan tetapi, Morsi tidak hadir menolak proposal tersebut. Ikhwanul Muslimin diduga menolak proposal itu guna mempertahankan kekuasaan parlemen, di mana mereka memiliki suara mayoritas parlemen.
Surat kabar Al-Watan melaporkan kegagalan negosiasi antara Morsi, Abdel Fotouh, dan Sabbahi untuk membentuk dewan presidensial. Media itu menyebutkan bahwa Morsi telah menolak proposal dan mengusulkan ide menunjuk kedua kandidat presiden kalah itu menjadi wakil presiden. [AP/D-11]
Comments
Post a Comment
, ,