Kecelakaan Fukushima Kesalahan Manusia



Gambar menunjukkan kerusakan reaktor tiga dan empat PLTN Fukushima Daiichi


[TOKYO] Laporan parlemen Jepang mengungkapkan, kecelakaan reaktor nuklir Fukushima adalah akibat kesalahan manusia, bukan sekedar hantaman tsunami, Kamis (5/7). Bencana itu dapat dan seharusnya sudah bisa diantisipasi dan dicegah sehingga efeknya bisa ditangani dengan respon manusia lebih efektif. Laporan itu mengkritik tajam pejabat pemerintah dan operator pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, Tokyo Electric Power (Tepco) yang dinilai gagal mencegah dalam mengantisipasi kecelakaan memburuk, yang menyebabkan 150.000 orang dievakuasi.
Laporan parlemen muncul di saat Jepang memulai mengaktifkan PLTN lagi di Ohi, Sabtu lalu. Sebelumnya, Jepang telah hidup selama dua bulan tanpa energi nuklir dengan mematikan semua 50 rektor nuklirnya. Kecelakaan Fukushima telah menyebabkan rakyat Jepang meragukan keuntungan dan keamanan reaktor nuklir.

Laporan parlemen menuliskan, kecelakaan nuklir tahun lalu adalah kecelakaan buatan manusia yang disebabkan oleh budaya Jepang, dan kelalaian karena tidak adanya pengawasan efektif langsung terhadap kecelakaan nuklir. Mereka secara efektif mengkhianati hak bangsa untuk aman dari kecelakaan nuklir. 

“Oleh karena itu kami menyimpulkan bahwa kecelakaan itu jelas buatan manusia. Kami percaya akar penyebab adalah sistem organisasional dan peraturan yang mendukung kesalahan-kesalahan tindakan dan keputusan,” kata laporan parlemen itu. 
 
Laporan parlemen itu merupakan hasil penyelidikan ketiga dilakukan terhadap kecelakaan nuklir Fukushima terjadi pada Maret 2011. Sebelumnya laporan awal dari Tepco mengungkapkan bahwa ukuran gempa dan tsunami melampaui perkiraan dan tidak dapat diramalkan. Sementara kelompok independen dari para peneliti dan jurnalis melaporkan mereka menemukan bahwa Tepco dapat dan seharusnya bisa berbuat lebih banyak.

“Apa yang harus diakui sangat menyakitkan, bahwa bencana ini dibuat di Jepang. Penyebab dasarnya ditemukan dalam budaya Jepang yakni ketaatan refleksif, keengganan untuk mempertanyakan otoritas, pengabdian bertahan dengan program, dan kepicikan kita,” ucap Ketua panel Kiyoshi Kurokawa.

Ditambahkannya, kesombongan itu diperkuat oleh pola pikir kolektif birokrasi Jepang, dimana kewajiban pertama dari setiap individu adalah untuk membela kepentingan organisasinya, dibanding untuk melindungi keselamatan publik.

Laporan itu memaparkan bukti kelalaian pemerintah dan operator Tepco yang menyebabkan risiko bahaya kecelakaan nuklir semakin meluas. Diantaranya, operator tidak waspada kemungkinan risiko tsunami dan mengabaikan data pengetahuan dan teknologi baru dari luar.

Ketika peristiwa bencana terjadi, pemerintah dan operator enggan memberitahu publik bahwa reaktor rusak akibat gempa awal. Bahkan kurangnya rencana evakuasi menyebabkan hanya 20 persen warga Fukushima tahu mengenai kecelakaan, ketika perintah evakuasi dilakukan terhadap penduduk 3 kilometer dari zona pembangkit dikeluarkan.   

Sementara itu, juru bicara Tepco, Junichi Matsumoto mengatakan perusahaan akan secara hati-hati membaca laporan parlemen itu sebelum memberikan jawaban sepenuhnya. [AFP/D-11] 

Comments

Popular Posts