PBB: 19.000 Anak Sekarat di Seluruh Dunia

Seorang anak Afrika mengalami kekurangan gizi
[NEW YORK] Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan sekitar 19.000 anak laki-laki dan perempuan di seluruh dunia sekarat setiap hari karena penyakit, yang sebenarnya dapat dicegah. Kurang dari tujuh  juta anak usia di bawah lima tahun meninggal pada 2011. Laporan itu dikeluarkan oleh PBB, Rabu (13/9) malam.

Laporan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) mengatakan empat per lima dari kematian balita tahun lalu, banyak terjadi di sub-Sahara Afrika, dan Asia Selatan. Lebih dari separuhnya disebabkan oleh pneumonia dan diare, yang menyumbang 30 persen kematian balita di seluruh dunia. Kematian balita paling banyak terjadi di Kongo, India, Nigeria, dan Pakistan.

“Mengingat prospek bahwa wilayah tersebut, terutama sub-Sahara Afrika, akan mencatat jumlah kelahiran terbanyak di dunia tahun depan, kami harus memberikan dorongan baru untuk momentum global dalam mengurangi kematian balita,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Anthony Lake. 

Lake melaporkan anak-anak dari keluarga kurang beruntung dan terpinggirkan di negara-negara miskin paling rentan untuk meninggal sebelum mencapai ulang tahun kelima. Namun, kehidupan balita akan mungkin diselamatkan dengan vaksinasi, nutrisi cukup dan perawatan medis, serta pengayoman ibu.

“Dunia memiliki teknologi dan tahu bagaimana melakukannya. Tantangannya adalah untuk membuat tersedia bagi setiap anak,” tambah Lake.

UNICEF melaporkan tingkat kematian balita telah menurun dalam beberapa dekade terakhir. Penurunan mencapai 1,8 persen per tahun pada 1990-an, menjadi 3,2 persen per tahun antara 2000 dan 2011.

“Ada banyak untuk dirayakan. Lebih banyak anak sekarang bertahan melewati usia lima tahun, daripada sebelumnya. Angka kematian balita telah menurun dari 12 juta pada 1990-an menjadi 6,9 juta pada 2011,” tandasnya.

UNICEF menggarisbawahi bahwa lokasi suatu negara dan status ekonomi tidak perlu menjadi penghalang untuk mengurangi kematian anak. Negara berpenghasilan rendah seperti Bangladesh, Liberia, dan Rwanda, serta negara-negara berpenghasilan menengah Brazil, Mongolia, dan Turki, termasuk berpenghasilan tinggi yakni Oman dan Portugal, telah berhasil mengurangi angka kematian balita lebih dari dua pertiga antara 1990 dan 2011.

Meski demikian, Wakil Eksekutif Direktur UNICEF, Geeta Rao Gupta menekankan bahwa masih ada urusan yang belum selesai. Itu bukan hanya tentang jumlah kematian anak.

“Di balik statistik setiap anak yang tidak terlihat, dan orangtua yang berduka. Kematian seorang anak lebih tragis bila disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah. Oleh karena itu kami memiliki gerakan global untuk berkomitmen kembali menyelamatkan anak-anak, dan berjanji untuk mengakhiri kematian anak. Penurunan itu menunjukkan bahwa kita bisa membuat itu terjadi,” ucapnya. [AP/D-11]

Comments

Popular Posts