Mesir Gelar Referendum Konstitusi


Presiden Mesir, Mohamed Morsi, telah memberikan otoritas kepada militer untuk melindungi lembaga-lembaga negara

Setelah lebih dari dua minggu menuntut pembatalan referendum rancangan konstitusi Mesir yang memaksakan prinsip-prinsip hukum Islam, kelompok oposisi liberal-sekuler memutuskan untuk memberikan suaranya pada 15 Desember nanti. Presiden Mesir Mohamed Morsi telah memutuskan melaksanakan referendum sesuai jadwal, dimulai dari para warga Mesir di luar negeri. Otoritas Mesir telah mengerahkan 120.000 tentara untuk melindungi tempat-tempat pemungutan suara.

“Kami menyerukan rakyat Mesir untuk pergi ke tempat pemungutan suara untuk menolak rancangan konstitusi dan memilih ‘tidak,’” kata Front Keselamatan Nasional dalam sebuah pernyataan yang dibacakan pada konferensi pers. 

Kantor berita MENA melaporkan, para imigran Mesir di luar negeri telah memulai pemungutan suara di kedutaan-kedutaan Mesir, Rabu (12/12). Sebanyak 10 provinsi akan menggelar pemungutan suara, termasuk Kota Kairo dan Alexandria, pada Sabtu (15/12). Sementara Giza, Port Said, Luxor, dan 14 daerah lainnya akan memberikan suara, Sabtu (22/12).


Hasil referendum akan menentukan stabilitas politik di salah satu negara paling padat di Afrika itu. Bangsa Mesir akan memilih apakah akan mengadopsi konstitusi Mesir yang dirancang oleh Ikhwanul Muslimin, atau menolak konstitusi itu dan menciptakan konstitusi baru. “Kami mengorganisasikan kampanye ke seluruh negeri menentang draft konstitusi, mencoba menjelaskan kepada rakyat mengapa kami berpikir bahwa itu bukan konstitusi revolusi,” Mohamed Adel, pendiri gerakan pemuda 6 April.

Oposisi liberal-sekuler mengangkat keprihatinan atas legitimasi rancangan konstitusi, bila hakim-hakim sebagian besar menyatakan tidak akan mengawasi pemungutan suara. Kelompok-kelompok HAM memperingatkan peluang kecurangan. Koalisi oposisi, Front Keselamatan Nasional kembali menyerukan kepada Morsi untuk menunda referendum dan membentuk komite baru untuk merancang konstitusi.

“Sejarah akan mencatat bahwa rezim ini memaksa pemungutan suara kepada rakyat Mesir, dalam situasi keras. Mereka tidak akan menemukan para hakim mengawasi, ada keretakan antara bangsa Mesir dan darah di jalan-jalan,” kata Ahmed Said, pemimpin Partai Pembebasan Mesir.

Sementara komite perancang konstitusi mengadakan konferensi pada menit terakhir untuk membela diri. Mereka menuduh oposisi menyebarkan kebohongan dan menyebabkan perselisihan.
“Ini adalah pemerasan politik,” kata Amr Darrag, seorang anggota sayap politik Ikhwanul Muslimin.  

Perang Kampanye

Perang kampanye terjadi antara pendukung dan penentang konstitusi. Stasiun-stasiun televisi swasta dan independen menyiarkan iklan kampanye menyerukan “tidak” pada konstitusi Ikhwanul Muslimin. Sementara Ikhwanul Muslimin juga tak mau kalah mengeluarkan iklan kampanye “setuju” untuk konstitusi.

Otoritas agama telah mengeluarkan perintah bahwa masjid-masjid tidak boleh digunakan untuk memanipulasi suara. Namun, sejumlah ulama di mimbar memberitahu jemaat mereka bahwa mendukung konstitusi adalah cara untuk mencari kemenangan bagi Islam. Kekerasan merebak di kota Alexandria setelah seorang ulama menyerukan “setuju” kepada pengikutnya.

Seorang ulama terkenal di sekte Islam ultrakonservatif, Sheik el-Mahalawi, mendesak jemaat untuk memilih “setuju,” dan menggambarkan oposisi sebagai “pengikut kafir.” Komentar itu memicu argumen, yang cepat berubah menjadi perkelahian yang menyebar di jalan-jalan dan pemukiman di sekitar masjid. Setidaknya 19 orang terluka dalam kekerasan itu, setelah polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.

Pengamat politik memprediksi hasil referendum akan menyetujui konstitusi.   Hasil referendum sepertinya akan keluar dengan selisih margin tipis, karena Morsi dan Ikhwanul Muslimin memiliki dukungan 51 persen, merujuk pada kemenangan pemilu Juni lalu.

Oposisi menghadapi tantangan baru, baik memilih untuk memberikan suara “tidak” atau memboikot referendum. Memberikan suara “tidak” dapat memberikan legitimasi terhadap referendum, apalagi bila draft konstitusi itu lolos, meski partisipan pemilih kecil.

Namun, draft konstitusi yang lolos itu pun masih dipertanyakan keabsahannya. Konstitusi baru yang disetujui oleh mayoritas pendukung Ikhwanul Muslimin, tapi tanpa persetujuan dari kelompok sekuler-liberal secara fundamental tidak sah.

“Sangat tidak rasional memiliki sebuah konstitusi yang tidak mewakili semua orang. Sangat penting bahwa sebuah konstitusi lolos dengan sebuah mayoritas, tapi itu tidak berarti dokumen itu kredibel,” kata pengamat politik Kahlil al-Anani.
 

Comments

Popular Posts