1000 Orang Dewasa dari 71 negara Terlibat dalam Pariwisata Seksual Anak

 

 Hasil Penelitian Terre des Hommes Netherlands, organisasi berbasis hak anak berbasis di Belanda, mengungkapkan 1000 orang dewasa dari 71 negara terlibat dalam pariwisata seksual anak melalui webcam. Praktek pariwisata seksual anak melalui webcam (Webcam Child Sex Tourism /WCST) ini telah melibatkan puluhan ribu anak-anak sebagai korban kekerasan atau pelecehan seksual di wilayah Asia Tenggara. Banyak anak-anak Filipina menjadi korban praktek WCST ini. 

Penelitian Terre des Hommes ini mengungkapkan bagaimana pria-pria dewasa (predator) dapat secara cepat mencari anak-anak miskin Filipina, yang bersedia menampilkan aktivitas seksual dengan imbalan uang, di chatroom (kamar-kamar chat online). Dalam dua bulan penelitian yang dibantu dengan tokoh virtual gadis berusia 10 tahun bernama Sweetie, tim Terre des Hommes menemukan lebih dari 20.000 predator teridentifikasi melakukan kontak online dengan anak-anak untuk seks. Para predator dari seluruh dunia mendekati karakter virtual Sweetie (10 tahun) memintanya untuk melakukan aksi seksual melalui webcam. Sweetie pun memancing dan mengidentifikasi para pelaku (predator). 

Pada saat predator berinteraksi dengan gadis kecil virtual ini, para peneliti mengumpulkan informasi melalui media sosial untuk membuka samaran para predator tersebut dengan mencari identitas mereka. Dengan bukti ini Terre des Hommes Netherlands menghimbau pihak pemerintah untuk mengadopsi kebijakan investigasi yang pro-aktif, dengan menandatangani petisi di tingkat dunia, mulai tanggal 4 November 2013.

Sayangnya, meskipun pariwisata seksual pada anak melalui webcam dilarang oleh mayoritas hukum nasional dan internasional, hanya 6 para pelaku yang sudah dipidana di seluruh dunia.

Direktur Kampanye Terre des Hommes Netherlands, Hans Guijt,  menjelaskan,  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah membangun landasan hukum untuk menjadikan bentuk kekerasan pada anak seperti ini tidak legal secara universal. Akan tetapi masalah terbesar adalah pihak polisi tidak mengambil tindakan apapun jika tidak ada anak korban yang melaporkan kasus tersebut.

“Kami berharap pemerintah mengadopsi kebijakan investigasi yang pro-aktif yang memberikan mandat kepada badan penegak hukum untuk berpatroli secara aktif di hotspot internet umum dimana tindakan kekerasan/pelecehan pada anak ini terjadi setiap hari. Predator anak yang terlibat dalam tindakan kekerasan/pelecehan saat ini merasa tidak ada hukum yang akan berlaku bagi mereka. Internet itu bebas, namun bukan berarti tidak terikat hukum,” ucapnya. 

750,000 predator anak aktif secara online

Kajian tambahan Terre des Hommes Netherlands menunjukkan bahwa isu WCST itu meluas seperti halnya kekerasan secara fisik. Anak-anak yang menjadi korban praktek WCST mengalami masalah rendah diri akut, tercabut rasa harga diri serta merasa tidak berarti lagi. Mereka juga menunjukkan gejala stres paska trauma (post-traumaticstress). Mereka sering merasa malu dan bersalah dengan apa yang mereka lakukan dan mereka juga menunjukkan masalah dengan perilaku menyimpang seperti mengkonsumsi alkohol atau narkoba untuk menenangkan diri dan lari dari masalah mereka.

Sementara itu jumlah anak yang tereksploitasi melalui WCST diduga akan terus meningkat, karena tindakan ini akan merambah ke permintaan yang lebih meluas di tingkat dunia oleh para predator anak. Akses internet murah yang terus meningkat di negara-negara berkembang juga akan semakin mempermudah dalam mengeksploitasi anak menjadi korban praktek WCST ini. Setiap saat, 750,000 predator anak terhubung dengan internet, menurut data PBB dan FBI.

Sementara industri WCST terdeskripsikan dengan jelas di Filipina namun kasus di Indonesia lebih kepada penggunaan media sosial online seperti Facebook atau penggunaan smartphones dengan fitur Blackberry Messenger. Hampir semua anak korban kekerasan seks melalui Internet yang diwawancara dalam penelitian ini menceritakan bahwa mereka bertemu dengan seseorang melalui Facebook yang mengajak mereka untuk bekerja di industri seks atau menjadi makelar mereka dengan menggunakan media sosial atau smartphones untuk menemukan pelanggan.

Bersama dengan Avaaz.org, Terre des Hommes Netherlands membuat petisi online untuk mendorong pemerintah dalam mengadopsi kebijakan investigasi pro-aktif untuk melindungi anak-anak korban WCST. Petisi sudah dimulai dari tanggal 4 November 2013, dan bisa diunduh melalui Avaaz di http://avaaz.org/en/wcst/ atau http://www.youtube.com/user/sweetie/videos


Informasi mengenai Terres des Hommes Nethrelands dapat dilihat melalui website: www.terredeshommesnl.org

Comments

Popular Posts