Transaksi Seks Anak Online Libatkan Jasa Keuangan Terkemuka


  Dalam 7 tahun terakhir Indonesia terus-menerus berada di posisi lapis 2 untuk negara tujuan dan transit perdagangan manusia, menurut Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Pemerintah dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat melaporkan maraknya perdagangan anak, di bawah usia 18 tahun, untuk seksual komersial.

Hasil penelitian LSM asal Belanda, Terre des Hommes Netherlands mengungkapkan 1000 orang dewasa dari 71 negara terlibat dalam pariwisata seksual anak melalui webcam. Baca:  http://mynewsbasket.blogspot.com/2014/01/1000-orang-dewasa-dari-71-negara.html

Komersialisasi seksual anak kini tidak lagi menggunakan cara konvensional pertemuan langsung. Komersialisasi seks dilakukan secara online menggunakan web camera melalui media sosial, email, dan room chat.

Menurut Pusat Investigasi Kejahatan Cyber (CCIC), data pengguna media sosial yang mengupload konten pornografi anak melalui IP Indonesia mencapai 4.026 konten. Facebook menjadi media sosial yang paling banyak digunakan untuk mempublikasikan konten pornografi. Tercatat sebanyak 1.435 IP address mengupload 2.241 konten pornografi anak. Di media sosial Twitter tercatat 147 IP address mengupload 948 konten pornografi anak.

Kasus kejahatan internet pun semakin meningkat dengan banyaknya pengakses internet, terutama dengan pemanfaatan telepon pintar. Basis kejahatan cyber beralih ke jejering sosial seperti Facebook, Twitter dan sebagainya.

Dalam kasus terakhir, Febriari alias Ari diduga melakukan penculikan terhadap gadis di bawah umur Marieta Nova Triani dengan menggunakan media sosial Facebook. Sebelumnya Facebook juga digunakan sebagai wahana untuk melakukan transaksi seks dan mengajak anak untuk beraktivitas seks secara online.    

Sayangnya kasus pornografi anak sangat jarang ditindak oleh pihak kepolisian. Berdasarkan data Bareskrim Polri kasus kejahatan pornografi melalui media online atau situs porno yang ditindak hanya 9 kasus dari tahun 2011-2014. Khusus pornografi anak ada 1 kasus pada 2013 dengan pelaku Dwi Yan. Pada 2014 ada 2 kasus salah satunya adalah kasus Candra. Kedua pelaku mengupload video rekaman aktivitas seksual.

Transaksi jual beli pun dilakukan melalui pembayaran elektronik via perbankan, berupa transfer uang antar-rekening bank, kartu kredit atau pembayaran online melalui internet atau e-money. Ahmad Sofian, Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, mengungkapkan institusi jasa keuangan menjadi media untuk transaksi perdagangan seks anak di pasar global. 

“Para predator membeli seks anak secara online menggunakan fasilitas kartu kredit, membayar secara online melalui pihak website, membiayai hidup ‘anak asuh,’ membayar melalui mucikari,” katanya. Ahmad Marzuki, Direktur ECPAT Indonesia.

Bahkan, lanjut Ahmad, para predator seks adalah pejabat-pejabat pemerintahan yang menggunakan uang korupsi untuk membeli seks anak secara online. Kasus ini diketahui dari kesaksian korban di Bandung. Dia mengungkapkan uang hasil korupsi tersebut diputar di lembaga jasa keuangan dan dipakai untuk membayar transaksi seks anak melalui transfer rekening.  

Oleh karena itu, Terre des Hommes Netherlands, ECPAT, kepolisian, dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) akan bekerjasama untuk menyelediki transaksi-transaksi finansial bank terkait dengan perdagangan seksual anak. PPATK sendiri telah mengendus adanya sejumlah transaksi keuangan yang diduga melibatkan jaringan mafia pedofilia di Indonesia.  

Institusi perbankan bisa menjadi sumber pada forensik finansial guna mengidentifikasi dan mengungkapkan aliran dana transaksi perdagangan anak. Amerika Serikat telah menggunakan cara ini untuk memerangi perdagangan seksual anak.  Transaksi bisnis seksual memiliki pola yakni biasanya transaksi terjadi di luar jam-jam operasional bisnis umumnya. Transaksi lintas perbatasan antar-negara tidak konsisten dengan negara tujuan bisnis. ( Daurina Lestari Sinurat )

Comments

Popular Posts