Eropa Membeku, Ratusan Orang Tewas

 
[KIEV] Hujan salju dan cuaca ekstrim Eropa timur telah melumpuhkan sejumlah kota di  Ukraina dan Rusia. Lebih dari 200 orang telah tewas akibat hipoterma, kebanyakan tunawisma, di kedua negara itu, Rabu (8/2). Badai salju telah membawa konsekuensi lebih serius di Ukraina hingga menewaskan 122 orang dan lebih dari 2.000 orang telah dirawat di rumah sakit dalam dua minggu terakhir. Angin kencang di Semenanjung Krimea telah menyebabkan aliran listrik padam di 77 komunitas dan sekitar 70.000 orang di Crimea masih bertahan hidup dalam pemadaman. Banyak sekolah, dan kantor publik pun tidak aktif.

Laut Hitam yang menghubungkan Laut Azov telah ditutup untuk navigasi karena Laut telah membeku, untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Hal itu menyebabkan 125 kapal di pelabuhan terblokir.
“Situasi ini serius, tetapi terkendali. Kementerian darurat telah mendirikan 3.200 pusat pemanas nasional, kebanyakan para tunawisma dan pensiunan datang ke sini. Dalam 10 hari lebih dari 95.000 orang datang dan memperoleh bantuan,” kata juru bicara Kementerian Darurat, Aleksandr Khorunzhiy.

Para ahli menilai penyebab tingginya jumlah kematian bukanlah cuaca, melainkan buruknya kebijakan sosial dan ekonomi Kiev sehingga semakin banyak tunawisma di jalanan. Sebagian besar kematian terjadi di bagian timur Ukraina, wilayah dengan tingkat pengangguran tinggi. 

Sementara di Rusia, udara dingin telah menewaskan sedikitnya 110 orang, sejak awal tahun 2012.

“Hingga pagi ini 110 orang dewasa telah meninggal,” kata juru bicara kementerian kesehatan Konstantin Proshin, tanpa menambahkan jumlah korban di bawah 18 tahun.
Perusahaan listrik di wilayah Krasnodar mengungkapkan 28.000 orang tinggal tanpa aliran listrik di kota Novorossiysk dan beberapa desa. Angin kencang merusak jaringan kabel listrik di dekat Laut Hitam, Selasa (7/2) malam. Udara di sana minus 16 derajat celcius.

Saat ini, temperatur Rusia berkisar minus 22 derajat celcius di Moscow hingga 33 derajat celcius di wilayah Siberian.

Meski udara dingin mencekam Moscow, tidak menghentikan aksi demonstrasi menentang Perdana Menteri Vladimir Putin. Ribuan pengunjuk rasa masih terus melanjutkan aksi turun ke jalan hingga seminggu ini. Para aktivis menuntut kebebasan berpolitik dan penegakan hukum di Rusia.

Aksi unjuk rasa yang mengikuti revolusi Arab itu telah memberikan tanda demokrasi semakin kuat di Rusia dengan kebebasan berekspresi. Seorang aktivis Anton Glotov mengatakan pemerintah mungkin tidak berubah, tetapi Rusia merasa lebih bebas untuk berkumpul, dan menyatakan pendapat, bahkan mulai seperti di Amerika. 

Perdana Menteri Vladimir Putin sedang menghadapi aksi protes massa terbesar dalam 12 tahun kekuasaannya. Perdana Menteri Rusia sejak Mei 2008 itu telah mendapatkan kritikan atas pemilihan umum parlemen dengan publik menduga terjadi kecurangan demi memenangkan partai berkuasa. Putin juga menghadapi protes menentang dirinya terpilih kembali menjadi presiden untuk ketiga kalinya. [RT/AFP/D-11]

Comments

Popular Posts